a
Rabu, 15 Februari 2012
Sabtu, 11 Februari 2012
Jumat, 10 Februari 2012
ISLAM FUNDAMENTAL DAN ISLAM LIBERAL
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pengantar Agama Islam
Dosen Pengampu: Drs. Ahmad Ghozali, M.Si
Disusun Oleh :
Atiq arsyadani
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ISLAM FUNDAMENTAL DAN ISLAM LIBERAL
I. PENDAHULUAN
Menempatkan ajaran agama dalam bentuknya yang kontekstual dalam dinamika perubahan sosial adalah suatu hal yang harus dilakukan terus menerus. Sebab, agama pada dasarnya harus terus menemukan maknanya sepanjang jaman dan untuk menemukan makna yang berguna pada perubahan sosial itu, maka penafsiran ulang dan penyegaran pemahaman keagamaan mutlak dilakukan. Terlebih lagi, pada dasarnya sebuah teks tidak bisa terlepas dari konteks sosial dan sejarah yang melingkupinya.
Dalam konteks keindonesiaan dewasa ini wacana tentang pemahaman terhadap Islam mengalami polarisasi-polarisasi tertentu. Namun, setidaknya terdapat dua pola yang terlihat dalam posisi berhadapan dan saling tarik menarik. Pola pertama, mengetengahkan akan sisi Islam yang plural dan hampir dapat dikatakan melihat berbagai dimensi keagamaan dengan perspektif relatifitas atau dengan istilah populer Islam liberal. Sementara pola kedua, sangat terkungkung dengan teks-teks keagamaan dan mendakwakan bahwa semata-semata taat terhadap teks masih berada pada jalan yang benar atau Islam fundamental. Kendati tidak untuk terjebak dalam pendefinisian kedua poros tersebut, tapi setidaknya dari kecenderungan-kecenderungan realitas dalam pemahaman keduanya.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian islam fundamental dan islam liberal
B. Sejarah kelahiran islam fundamental dan islam liberal
C. Dasar-dasar pemikiran islam fundamental dan islam liberal
D. Perkembangan terkini
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian islam fundamental dan islam liberal
Sebagai sebuah fenomena keagamaan, kemunculan fundamentalisme tidak bisa dilepaskan dari fenomena sosial, budaya dan politik. Gerakan ini juga dapat disebut sebagai gejala kebangkitan islam yang bersifat multidimensional. Oleh karena itu, analisis historis maupun epistemologis atas gerakan semacam ini terasa ada overlapping antara satu fenomena satu dengan fenomena lainnya.islam fundmental ini lebih menitik beratkan pada gerakan mengembalikan seluruh perilaku sesuai dengan al-quran dan al-hadis biasanya juga menunjuk pada kelompok revivalis islam .
Fundamentalisme islam merupakan gerakan relatif modern, memiliki doktrin yang berakar dari periode awal sejarah muslim. Seperti halnya gerakan-gerakan islam historis yang lain, gerakan ini memiliki semangat untuk melakukan pembaharuan islam, untuk kembali kepada kemurnian, untuk menahan perjalanan waktu dan peristiwa, dan untuk mewujudkan kembali kebesaran dan kesederhanaan zaman rasulullah.
Istilah islam liberal tadinya tidak terlalu diperhatikan orang indonesia. Apalagi jumlah pendukungnya hanya minoritas yang amat kecil. Arti kata islam liberal tidak selamanya jelas. Leonard binder, ketika menulis buku berjudul islamic liberalism memberi arti islamic political liberalismdengan penerepannya pada negara-negara muslim di timur tengah. Sebaliknya bagi greg barton, dalam bukunya yang berjudul gagasan islam liberal di indonesia istilah islamic liberalism nampaknya cukup jelas. Menurutnya islam liberal di indonesia adalah sama dengan pembaharuan islam atau islam neo modernis. Islam liberal ini lebih kepada pandangan atau cara berfikir yang skeptis, agonis, dari kelompok yang mengaku membela islam.
B. Sejarah kelahiran islam fundamental dan islam liberal
a) Sejarah Islam Fundamental
Penggunaan Istilah “fundamentalisme“ dalam Islam oleh kalangan Barat mulai populer berbarengan dengan terjadinya Revolusi Islam Iran pada 1979, yang memunculkan kekuatan Muslim Syi’ah radikal dan fanatik yang siap mati melawan the great satan, Amerika Serikat. Meski Istilah fundamentalisme Islam baru populer setelah peristiwa historis ini, namun dengan mempertimbangkan beberapa prinsip dasar dan karakteristik, maka fundamentalisme Islam telah muncul jauh sebelum itu.
Setelah Revolusi Islam Iran, istilah fundamentalisme Islam digunakan untuk menggeneralisasi berbagai gerakan Islam yang muncul dalam gelombang yang sering disebut sebagai “kebangkitan Islam” (Islamic revival). Memang, dalam beberapa dasawarsa terakhir terlihat gejala “kebangkitan Islam”, yang muncul dalam berbagai bentuk intensifikasi penghayatan dan pengamalan Islam, yang diikuti dengan pencarian dan penegasan kembali nilai‐nilai Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Tetapi menyebut semua gejala intensifikasi itu sebagai “fundamentalisme Islam” jelas merupakan simplikasi yang distortif.
Fundamentalisme Islam dapat dikatakan merupakan bentuk ekstrem dari gejala “revivalisme”. Jika revivalisme dalam bentuk intensifikasi keislaman lebih berorientasi “ke dalam” (inward oriented)‐ dan karenanya sering bersifat individual‐ maka pada fundamentalisme, intensifikasi itu juga di arahkan ke luar (outward oriented). Tegasnya, intensifikasi bisa berupa sekadar peningkatan attachment pribadi terhadap Islam‐ dan sebab itu sering mengandung dimensi esoteris‐tetapi fundamentalisme menjelma dalam komitmen yang tinggi tidak hanya untuk mentransformasi kehidupan individual, tetapi sekaligus kehidupan komunal dan sosial. Oleh karena itu, fundamentalisme Islam juga sering bersifat eksoteris, yang sangat menekankan batas‐batas kebolehan dan keharaman berdasarkan fiqh (“halal‐haram ).
b) Sejarah Islam Liberal
Islam liberal pada mulanya diperkenalkan oleh buku “Liberal Islam : A Source Book” yang ditulis oleh Charles Kuzman dan buku “Islamic Liberalism : A Critique of Development Ideologies ” yang ditulis oleh Leonard Binder . Walaupun buku ini terbit tahun 1998, tetapi idea yang mendokong liberalisasi telah muncul terlebih dahulu seperti gerakan modernisasi Islam, gerakan sekularisasi dan sebagainya.
Oleh sebab itu walaupun Jaringan Islam Liberal di Indonesia bermula tahun 2001, tetapi idea-idea Islam Liberal di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970 dengan munculnya idea sekularisasi dan modernisasi Islam yang dibawa oleh Nurkholis Majid, Harun Nasution, Mukti Ali, dan kawan- kawannya.
Gerakan liberalisme ini sebenarnya adalah pengaruh dari pada falsafah liberalisme yang berkembang di negara Barat yang telah masuk ke dalam seluruh bidang kehidupan seperti liberalisme ekonomi, liberalisme budaya, liberalisme politik, dan liberalisme agama.
Golongan Islam Liberal tidak menzahirkan diri mereka sebagai orang yang menolak agama, tetapi berselindung di sebalik gagasan mengkaji semula agama, mentafsir semula al-Quran, menilai semula syariat dan hukum-hukum fikah. Mereka menolak segala tafsiran yang dianggap lama dan kolot mengenai agama termasuk hal yang telah menjadi ijmak ulama, termasuk tafsiran dari pada Rasulullah dan sahabat serta ulama mujtahid. Bagi mereka agama hendaklah disesuaikan kepada realiti semasa , sekalipun terpaksa menafikan hukum-hakam dan peraturan agama yang telah sabit dengan nas- nas Syarak secara putus (qat’ie). Jika terdapat hukum yang tidak menepati zaman, kemodenan, hak-hak manusia, dan tamadun global, maka hukum itu hendaklah ditakwilkan atau sebolehnya digugurkan.
Gerakan Islam Liberal sebenarnya adalah lanjutan dari pada gerakan modernisme Islam yang muncul pada awal abad ke-19 di dunia Islam sebagai suatu konsekuensi interaksi dunia Islam dengan tamadun barat. Modernisme Islam tersebut dipengaruhi oleh cara berfikir barat yang berasaskan kepada rasionalisme,humanisme, sekularisme dan liberalisme.
C. Dasar-dasar pemikiran
a) Islam fundamental
Fundamentalisme yang dalam beberapa aspek diidentikan sebagai kelompok islam tradisionalis, secra historis juga disebut sebagai kelompok konservatif.
Istilah ini juga merupakan sebutan lain kelompok revivalis yang muncul pada abad 18 dan 19 di Arab, India dan Afrika. Secara umum karakteristik gerakan revivalisme adalah sebagai berikut:
1) Adanya sikap dan keprihatinan yang mendalam terhadap degenerasi soso moral umat islam.
2) Memberi himbauan kepada umat islam agar kembali kepada sumber-sumber keagamaan otoritatif berupa al-quran dan al-hadits serta menghilangkan praktik-praktik tahayul, bid’ah dan khurafat dalam konteks tradisi keberagamaan.
3) Memberikan himbauan kepada umat islam agar membuang jauh-jauh teologi fatalisme, demi mencapai kemajuan.
4) Menghimbau umat islam agar melaksanakan pembaharuan lewat jihad sekalipun, jika diperlukan.
Karakteristik islam fundamental
1) Oppositionalism (paham perlawanan)
Gejala fundamentalisme dalam agama apapun selalu menunjukkan sikap perlawanan terhadap semua sistem yang di anggap dapat mengancam eksistensi agama.
2) Penolakan terhadap Heri Meneutika
Sikap ini ditunjukkan sebagai bentuk penolakan terhadap sikap kritis terhadap teks suci. Karena bagi kelompok ini teks-teks keagamaan telah jelas dengan sendirinya oleh karenanya tidak membutuhkan penafsiran manusia dengan pendekatan apapun.
3) Penolakan terhadap pluralisme dan revitalisme.
4) Penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis.
b) Islam liberal
Dalam perkembangan selanjutnya, Liberalisme memperlakukan agama sebagai pendapat dan karenanya, mentolelir keanekaragaman dalam bidang yang justru diyakini secara hitam putih oleh kaum tradisionalis. Islam dan liberalisme nampak sebagai sebuah kontradiksi. Yang khas dan kontradiktif dari liberalisme ialah tetap di halalkannya keanekaragaman pendapat tentang sebuah pendapat, kendati ia di bangun di atas pembedaan antara pengetahuan dan opini, dan pemisahan ruang-terap dari keduanya. Ada kalanya, beberapa pendapat muncul dan menentukan politik, budaya, kekuasaan dan kebenaran sosial. Intinya, dari sudut pandang liberal, sebuah pendapat, meski telah diyakini secara turun temurun, selalu memiliki kemungkinan untuk berubah. Karenanya, perlu pula di catat bahwa suatu ketika bisa saja muncul pendapat yang akan sangat menentukan banyak hal.
Pandangan islam liberal:
1) Muslim liberal mengangap bahwa bahasa al-Quran sederajat dengan hakikat wahyu, namun isi dan makna pewahyuan pada dasarnya tidak bersifat harfiah-verbal, maka diperlukan upaya pemahaman.
2) Wacana rasional agama islam bertujuan menyelaraskan antara amalan dengan norma wahyu, sejarah, nalar, atau penafsiran. Sedangkan wacana rasional dalam pemikiran liberal selalu mengarah kepada kesepakatan yang berlandaskan kemauan baik.
Ciri-ciri pemikiran Islam Liberal menurut Khalif Muammar adalah :
1. Rasionalisme dan Sekularisme.
2. Penolakan terhadap syariah.
3. Pluralisme Agama.
4. Penolakan terhadap autoriti keagamaan.
5. Kebebasan mentafsirkan teks-teks agama Islam.
6. Tiada dakwaan kebenaran (faham relativisme).
7. Mempromosikan nilai-nilai Barat.
8. Pembebasan Wanita.
9. Mendukung demokrasi liberal sepenuhnya.
Oleh sebab itu menurut Syekh Abdullah al-Khatib dalam kitabnya “al Islam wa raddu ala hurriyatil fikri” menyatakan bahawa golongan yang berfikiran bebas mempunyai agenda tersembunyi iaitu :
1. Untuk menggugurkan agama secara sepenuhnya dari pada masyarakat yaitu memisahkan agama dari pada pendidikan, menjauhkan syariat Islam dari pada kedudukannya sebagai sumber perundangan dan mengasaskan ekonomi di atas dasar riba.
2. Untuk menjauhkan fikrah atau pemikiran manusia dari pada setiap yang mempunyai kaitan dengan ruh, wahyu dan 10 alam ghaib dan dari pada segala ikatan dengan akhlak, akidah dan keimanan kepada Allah.
3. Untuk memartabatkan ketuanan akal, kebendaan, dan ketidakpercayaan kepada agama dan wahyu (ilhad) dalam setiap urusan kehidupan dan menjadikan Islam hanya sebagai agama rohani semata-mata dan menolak agama sebagai penentu dan pencorak perjalanan hidup bermasyarakat.
D. Perkembangan terkini
a) Islam liberal dan pluralisme keagamaan
Esensi kebenaran sebuah agama sejatinya terletak pada jawabannya atas problem kemanusiaan. Sebab, sesungguhnya agama sejak awal mempunya misi suci untuk menyelamatkan dan menuntun manusia menuju jalan kehidupan yang baik dan benar. Oleh karena itu, pluralisme keagamaan haruslah juga menghadapkan dirinya dengan problem kemanusiaan kontemporer. Maksudnya, teologi pluralis haruslah mempunya tujuan spesifik untukmembebaskan kesengsaraan dan penderitaan umat, hal tersebut bisa dilakukan jika para agamawan dan umat beragama mengembangkan. Artinya, mereka senantiasa peduli, peka, dan mempunyai komitmen terhadap penderitaan yang terjadi disekelilingnya. Kepedulian dan kepekaan ini, menurut paulo freire, akan terwujud jika mereka memiliki kesadaran kritis dalam melihat setiap kejadian dan permasalahan.
Maka, teologi pluralis sudah selayaknya mempunyai dimensi pembebasan dan tujuan ideologi untuk kepentingan sosial yang mencerahkan. Sebab, jika tidak dilakukan, teologi itu justru bisa dimanfaatkan oleh sekelompok agamawan guna melanggengkan setatus quo kekuasaan dan pembrangusan kritisisme masayarakat.
Akhirnya, keberagamaan pluralis dan liberatif adalah sebuah agenda pekerjaan mendesak yang membentang dihadapan kita. Mengingat, banyak problem-problem ekonomi, politik, sosial, keamanan, dan kemanusiaan lainnya yang tidak lekas terselesaikan akibat ketidak seriusan sebagian orang. Maka, kaum agamawan dan umat beragama hendaknya mempelopori sebuah fraksi sosial yang berwujud pada kesadaran kritis dan keterlibatan pada upaya demokratisasi dan pengatasan krisis.
b) Islam fundamental dan gerakan baru keagamaan.
Seiring dengan perkembangan sosial keagamaan, terdapat fenomena pencarian baru terhadap bentuk-bentuk dan ekspresi sepiritualitas. Fenomena tersebut dapat dinyatakan sebagai satu trend dari bentuk ppelarian disebabkan adanya kekeringan sepiritual yang selama ini.
Di Indonesia, di samping ada kelompok-kelompok teroris dan garis keras lainnya, juga terdapat fenomena gerakan baru keagamaan. Sekte kerajaan tuhan pinpinan Lia Aminuddin (Lia Eden), aliran Qur’an suci, juga al qiadah al islamiyah pimpinan Ahmad Mhosadeq, dapat disebut sebut sebagai contoh adanya gerakan baru keagamaan. Karena itu Majlis Ulama Indonesia (MUI) telah menfatwa haram secara resmi melarang aliran tersebut, pada no.4 tahun 2007 yang dikeluarkan pada tanggal 3 oktober 2007.
Gerakan baru keagamaan bisa ditipologikan berdasarkan hakikat ajarannya, kecenderungan pemahamannya, maupun ekspresi keagamaannya. Ditilik dari aspek hakikat ajarannya gerakan baru keagamaan sebagaimana disebutkan di atas, baik yang memiliki anggota kelompok yang banyak, cukup banyak maupun yang sedikit, gerakan tersebut bisa dikategorikan sebagai gerakan atau ajaran sesat. Tipologi kedua ditilik dari sisi ekspresi keagamaan yang cenderung keras.tipologi ketiga dari gerakan baru keagamaan adalah jika ditilik dari aspek kecenderungan pemahaman keagamaan.
Dalam konteks lain, dua gerakan baru keagamaan yang lebih menonjolkan aspek fundamentalistiknya dari sisi kecenderungan pemahaman dan praktik keagamaannya, yakni hizb al-tahrir indonesia(HTI) dan majelis mujahidin indonesia (MMI), tentu tidak bisa dikatakan sebagai gerakan baru keagamaan yang menyimpang dari frame ideologi keagamaan mainstream. Hanya saja dapat dinyatakan bahwa konstruksi ideologi dua keagamaan ini berbeda dari gerakan islam mainstream di indonesia, seperti NU dan Muhamadiyah. Perbedaan itu tampak sangat mencolok terutama pada persoalan konstruksi epistemologi berupa bagaimana kelompok ini memandang da memperlakukan teks-teks keagamaan. Jika NU Dan Muhamadiyah menggunakan metode dan corak tafsir dengan pendekatan yang demikian beragam, baik yang berkarakter salaf maupun khalaf, bahkan juga pendekatan yang banyak digunakan oleh para ilmuwan barat, maka kedua kelompok fundamentalisme ini menghindari penggunaan tafsir dengan metode apapun. Jikalaupun mereka menerima tafsir, maka penerimaannya itu sangat di batasi pada pemahaman dan interpretasi yang telah dilakukan oleh para ulama salaf. Oleh karena itu, menjadi benar jika dinyatakan bahwa kelompok fundamentalisme ini cenderung skripturalis( bersifat tekstual atau mendasarkan paham keagamaan pada teks-teks).
IV. KESIMPULAN
Islam fundamentalis dan islam liberal sepertinya sama-sama sudah memiliki rujukan sosiologi, budaya, dan politik. Keduanya juga terbuka untuk dilakukan analisis idiologi sebagai dua aspek penting dalam proses politik kontemporer di negara-negara muslim. Namun begitu, islam fundamentalis dan islam liberal juga berangkat dari sumber-sumber religius yang sama, mereka acap kali menggunakan jenis penalaran yang sama, mereka biasanya berkonsentrasi pada pernyataan otoritatif yang sama, dan dalam beberapa kasus, sulit untuk mengetahui perbedaan diantara keduanya.
V. PENUTUP
Demikian makalah yang kami sampaiakan semoga apa yang terdapat dalam pembahasan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Apabila dalam makalah kami terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun pemaparannya kami selaku pemakalah mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA
Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan dalam Islam. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1999.
Umi sumbulah, Konfigurasi Fundamentalisme Islam. Malang: UIN Malang press, 2009.
Amien Rais, Islam Otentisitas Liberalisme. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 1997.
Leonard Binder, Islam Liberal . Yogyakarta: pustaka pelajar, 2001.
Ahmad Fuad Fanani, Islam Mazhab Kritis. Jakarta:Kompas, 2004.
Langganan:
Postingan (Atom)